Yerusalem/Istanbul (ANTARA) - Pemimpin Israel Benjamin Netanyahu pada Rabu (20/8) malam memerintahkan militer untuk segera menduduki Kota Gaza, mengabaikan usulan gencatan senjata dari para perunding yang disampaikan dua hari sebelumnya.
Dalam unggahan di platform X, kantor Netanyahu menyatakan bahwa sebelum mengeluarkan perintah itu, dia telah menginstruksikan agar "jadwal merebut benteng" Hamas dan mengalahkan kelompok perlawanan Palestina itu "dipercepat."
Sebelumnya pada hari yang sama, militer Israel mulai mengirimkan surat panggilan kepada 60.000 tentara cadangan setelah Menteri Pertahanan Katz menyetujui rencana pendudukan Kota Gaza dalam Operasi Gideon’s Chariots 2.
Operasi militer tersebut merupakan kelanjutan dari operasi sebelumnya, di mana Israel melancarkan serangan terhadap warga Palestina di Jalur Gaza.
Namun, para mantan politisi dan pejabat militer Israel mengakui operasi 16 Mei itu gagal mencapai tujuan utama: menghancurkan Hamas dan membebaskan semua sandera.
Meski demikian, militer Israel mengeklaim telah menguasai 75 persen wilayah Gaza.
Yedioth Ahronoth melaporkan bahwa Kabinet Keamanan akan bertemu pada Kamis untuk menyetujui rencana pendudukan Kota Gaza.
Baca juga: Mesir bantah klaim Israel soal usulan ambil alih senjata Hamas
"Sementara itu, pembicaraan di balik layar terus berlangsung mengenai kesepakatan sandera. Netanyahu kurang tertarik pada kesepakatan parsial yang telah disetujui Hamas, tetapi dia belum sepenuhnya menutup pintu," menurut laporan harian Israel itu.
Disebutkan, bagi Netanyahu, pendudukan Kota Gaza bisa dipakai untuk "menekan Hamas agar menyetujui kesepakatan komprehensif sesuai syarat Israel: pelucutan senjata Hamas, pengasingan para pemimpinnya, serta pengucilan kelompok itu dari pemerintahan di masa depan."
Menurut laporan Channel 14, militer Israel sudah beroperasi di pinggiran Kota Gaza, termasuk di kawasan permukiman Zeitoun.
Sejak Selasa malam, mereka juga beroperasi di Jabalia, Gaza utara, sebagai persiapan sebelum serangan besar-besaran.
Stasiun TV Israel itu menambahkan bahwa Divisi ke-98 akan kembali dikerahkan ke Jalur Gaza, sehingga total ada lima divisi yang akan terlibat dalam Operasi Gideon’s Chariots 2.
Disebutkan pula, pertemuan Kabinet Keamanan pada Kamis akan memutuskan apakah melanjutkan perundingan atau melancarkan operasi militer penuh untuk menduduki Kota Gaza.
Baca juga: Qatar dan Mesir tunggu jawaban Israel soal gencatan senjata di Gaza
Pernyataan Netanyahu dan rencana operasi militer itu muncul ketika para perunding dari Mesir, Qatar, dan AS terus berupaya menengahi gencatan senjata dan pertukaran tahanan setelah Israel menerima usulan baru yang disetujui Hamas pada Senin.
Usulan, yang belum direspons Israel lebih dari 48 jam itu, mencakup proses mencapai kesepakatan komprehensif untuk mengakhiri perang.
Proses tersebut dimulai dengan gencatan senjata 60 hari, pertukaran sejumlah tahanan, penempatan ulang pasukan Israel di Jalur Gaza, serta peningkatan bantuan kemanusiaan.
Namun, Netanyahu pada Selasa menegaskan bahwa "kebijakan Israel tidak berubah; Israel menuntut pembebasan 50 sandera semuanya."
Sejak Oktober 2023, Israel telah membunuh lebih dari 62.100 warga Palestina di Jalur Gaza. Agresi militer itu menghancurkan wilayah kantong tersebut yang kini dilanda bencana kelaparan.
Pada November lalu, Mahkamah Pidana Internasional (ICC) mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Netanyahu dan mantan menteri pertahanannya, Yoav Gallant, atas kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Gaza.
Israel juga menghadapi gugatan genosida di Mahkamah Internasional (ICJ) atas perang yang dilancarkannya di wilayah Palestina itu.
Sumber: Anadolu
Baca juga: Israel siapkan operasi duduki kota Gaza di tengah perundingan
Baca juga: AS masih bahas proposal gencatan senjata yang diterima Hamas
Penerjemah: Yoanita Hastryka Djohan
Editor: Anton Santoso
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.