Krisis Keutamaan Memerintah

13 hours ago 13
informasi online berita online kabar online liputan online kutipan online slot slot gacor slot maxwin slot online slot game slot gacor online slot maxwin online slot game online slot game gacor online slot game maxwin online demo slot demo slot online demo slot game demo slot gacor demo slot maxwin demo slot game online demo slot gacor online demo slot maxwin online demo slot game gacor online demo slot game maxwin online rtp slot rtp slot online rtp slot game rtp slot gacor rtp slot maxwin rtp slot game online rtp slot gacor online rtp slot maxwin online rtp slot game gacor online rtp slot game maxwin online informasi akurat berita akurat kabar akurat liputan akurat kutipan akurat informasi penting berita penting kabar penting liputan penting kutipan penting informasi viral berita viral kabar viral liputan viral kutipan viral informasi terbaru berita terbaru kabar terbaru liputan terbaru kutipan terbaru informasi terkini berita terkini kabar terkini liputan terkini kutipan terkini informasi terpercaya berita terpercaya kabar terpercaya liputan terpercaya kutipan terpercaya informasi hari ini berita hari ini kabar hari ini liputan hari ini kutipan hari ini informasi viral online berita viral online kabar viral online liputan viral online kutipan viral online informasi akurat online berita akurat online kabar akurat online liputan akurat online kutipan akurat online informasi penting online berita penting online kabar penting online liputan penting online kutipan penting online informasi online terbaru berita online terbaru kabar online terbaru liputan online terbaru kutipan online terbaru informasi online terkini berita online terkini kabar online terkini liputan online terkini kutipan online terkini informasi online terpercaya berita online terpercaya kabar online terpercaya liputan online terpercaya kutipan online terpercaya informasi online berita online kabar online liputan online kutipan online slot slot gacor slot maxwin slot online slot game slot gacor online slot maxwin online slot game online slot game gacor online slot game maxwin online demo slot demo slot online demo slot game demo slot gacor demo slot maxwin demo slot game online demo slot gacor online demo slot maxwin online demo slot game gacor online demo slot game maxwin online rtp slot rtp slot online rtp slot game rtp slot gacor rtp slot maxwin rtp slot game online rtp slot gacor online rtp slot maxwin online rtp slot game gacor online rtp slot game maxwin online
Krisis Keutamaan Memerintah (MI/Duta)

EDITORIAL Media Indonesia 11 Oktober 2025, berjudul Pangkas Ketergantungan ke Pusat, mencoba membenamkan kita ke dalam kesadaran umum yang 'tak tersuarakan' selama ini, bahwa cara mengelola pemerintahan sudah saatnya dikembalikan pada prinsip keutamaannya.

Eskalasi ketergantungan daerah terhadap pemerintah sudah selayaknya ditekan sambil berupaya membuktikan kualitas dan kompetensi kinerja pemerintah daerah, termasuk bekerja cerdas dan inovatif.

Sebagaimana disebutkan sebelumnya, pemangkasan dana transfer pusat ke daerah (TKD) dalam RAPBN 2026 telah membuat sejumlah kepala daerah kesal. Sebanyak 18 dari 38 gubernur se-Indonesia menyambangi Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa, Selasa (7/10) untuk memprotes hal tersebut. Mereka menyoroti dampak pemotongan terhadap kemampuan daerah membiayai belanja pegawai (termasuk PPPK), operasional pemerintahan, dan proyek pembangunan infrastruktur.

Alasan pemangkasan tersebut antara lain berdasarkan evaluasi, ada banyak inefisiensi penyelewengan atau belanja daerah. Menkeu Purbaya berjanji, jika realisasi belanja daerah baik (efisiensi, tidak ada kebocoran), ada peluang untuk menambah TKD kembali pada pertengahan 2026 (Antaranews.com, 8/10).

TAK BERDAMPAK

Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) pernah mengungkap pada 2023, belanja daerah yang tidak efektif dan efisien mencapai Rp141,33 triliun. Anggaran daerah yang digelontorkan pusat nyatanya belum menghasilkan output/outcome yang nyata bagi kesejahteraan rakyat.

Dulu Sri Mulyani (menkeu sebelumnya) pernah mengatakan banyak daerah menghabiskan sebagian besar anggaran untuk belanja pegawai (32,4%), sementara belanja untuk infrastruktur dan layanan publik hanya sekitar 11,5%. Artinya meskipun anggaran besar, alokasinya tidak selalu berdampak langsung ke masyarakat seperti pembangunan fasilitas umum, jalan, kesehatan, pendidikan (Antaranews.com, 13/9/2021).

Di Tapanuli Selatan, Sumatra Utara, misalnya, belanja pegawai meningkat dari Rp582 miliar (2024) menjadi Rp727 miliar (2025). Namun, belanja modal infrastruktur malah menurun, dari Rp254 miliar (2024) menjadi tinggal Rp122 miliar (2025) (Sumut.bpk.go.id, 2025). Dengan begitu, yang bakal terancam tentu saja anggaran pembangunan/infrastruktur dan pelayanan publik.

Di Provinsi Sulawesi Tenggara, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) juga menemukan sejumlah belanja pemerintah daerah tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Misalnya problem pertanggungjawaban ganti uang persediaan (GUP) dan belanja bahan bakar minyak (BBM) yang menabrak ketentuan, dengan kerugian negara kurang lebih Rp2,17 miliar.

Di daerah yang ekonomi dan infrastrukturnya masih tertinggal seperti di NTT, ratusan miliar digelontorkan setiap tahun dari pusat ke daerah untuk pengentasan rakyat dari kemiskinan, tetapi masih banyak desa krisis air bersih, akses jalan buruk, atau angka anak putus sekolah yang tinggi. Belum lagi kasus korupsi kepala daerahnya tak kunjung pupus. Beberapa mantan bupati atau pejabat kepala dinas dijerat KPK atau kejaksaan karena penyalahgunaan dana.

Sudah begitu, gaya hidup mereka jauh dari sense of crisis (punya mobil mahal, melakukan pesta, mengoleksi rumah mewah di luar NTT) yang tak mungkin diperoleh dengan hanya mengandalkan gaji/tunjangan resmi,

Biasanya hal tersebut diperoleh dari mark-up proyek pembangunan desa atau infrastruktur dasar, pemotongan dana bantuan sosial, fee proyek dari kontraktor, dan lain-lain, yang juga terjadi di birokrasi berbagai daerah.

Baru-baru ini Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melaporkan kerugian negara/daerah pada pemda dan BUMD sebesar Rp4,01 triliun (periode hingga semester I 2024). Banyak pengeluaran yang pemanfaatannya melenceng termasuk pembangunan yang tak sesuai spesifikasi atau proyek mangkrak.

INTERNALISASI PRINSIP KEUTAMAAN

Pemangkasan TKD mau tak mau memaksa daerah melakukan efisiensi radikal, termasuk mengurangi belanja pembangunan. Dalam keadaan krisis seperti sekarang, gaya hidup bermewah-mewah kepala daerah harus dihapus agar layanan publik dan pembangunan tidak sakratulmaut.

Ini saatnya para elite daerah harus kembali memahami dan menginternalisasi prinsip keutamaan: prinsip akuntabilitas, transparansi, integritas dan etika, efisiensi dan efektivitas, keadilan/kesetaraan, partisipasi publik, penegakan hukum, dan kompetensi dalam menjalankan kepemimpinan mereka (Telychkan, 2019).

Selama ini, saking sering diucapkan dan mentereng dalam perbincangan, hingga tanpa disadari esensi nilai-nilai tersebut tercerabut dari takhta mindset dan perilaku aktual pejabat. Ia hanya terbilas sebagai simbol birokrasi dan perbincangan ilmiah proforma di forum seminar, FGD, dan retret birokrat. Bahkan terus tereduksi oleh kepentingan politik-pragmatis yang kapitalistik, yang mana maknanya kian terkelupas dari esensi kepublikan.

Daripada terus merutuki pemangkasan TKD, pemda lebih baik melakukan refleksi dan fokus memperkuat sistem pengawasan internal (inspektorat) dan eksternal (audit dari BPK, pengawasan masyarakat/lembaga antikorupsi), sebagai bagian dari sistem pencegahan korupsi. Kalimantan Tengah, misalnya, mencatat skor sangat tinggi dalam beberapa area indeks pencegahan korupsi 2024, baik itu perencanaan dan penganggaran APBD, pengadaan barang dan jasa, serta manajemen ASN. Artinya tiap pemimpin di daerah punya potensi untuk meningkatkan pencegahan korupsi, sejauh ada komitmen memperbaiki bobroknya sistem birokrasi.

Sayangnya, di tengah publik berharap media pengawasan lokal tumbuh kuat, justru banyak media daerah semakin tidak kritis dan profesional, antara lain karena menggantungkan nasib mereka pada iklan pemerintah. Belum lagi budaya feodal yang mendarah daging di masyarakat yang menganggap para politikus/pejabat dilihat sebagai 'orang besar' yang harus dihormati, disembah, bukan dikritisi (Hadiz, 2004).

Hans Antloev (2003) dalam Village Government and Rural Development in Indonesia: The New Democratic Framework telah lama menegaskan bagaimana budaya patron-klien telah merasuki demokrasi dan akuntabilitas pejabat. Publik enggan mengkritik kekuasaan karena telanjur memaknai pejabat sebagai 'penguasa', bukan pelayan publik.

Sudah lama praktik pemerintahan di daerah tercengkeram oleh racun 'kastanisasi' yang memosisikan pejabat ada di level atas dari rakyat, yang berimbas pincangnya komunikasi publik. Kritik publik dibungkam. Bahkan pada level tertentu rakyat pasrah dibodohi pemerintah mereka. Batas antara sabar dan kebodohan rakyat beda-beda tipis. Di birokrasi, inisiatif inovasi, kreativitas sulit berkembang karena petunjuk dari 'atas' menjadi segala-galanya.

Tugas para pemimpin di daerah sesungguhnya sangat berat. Mereka perlu memiliki obligasi moral-politik dalam menerjemahkan kepemimpinan mereka sebagai medan altruisme yang dipatri kesetiaan. Bukan membangun pencitraan dan mengeskalasi kekayaan diri dan keluarga di tengah derita rakyat. Itu sebabnya hanya 'orang terpilih' yang mestinya layak mencalonkan diri sebagai kepala daerah.

Terpilih dalam hal ketulusan komitmen dan kesediaan bekerja keras, mengorbankan kepentingan diri demi kebahagiaan rakyat mereka. Jika tidak memiliki hal itu, buat apa harus bertungkus-lumus terjun di politik kalau pada akhirnya hanya akan menjadi beban abadi buat rakyat?

Read Entire Article