Jakarta (ANTARA) - Tim kuasa hukum Nadiem Anwar Makarim menegaskan tetap menuntut bukti sah adanya kerugian negara, meski hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menolak permohonan praperadilan mantan Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Indonesia itu.
"Bagaimana mungkin seseorang ditetapkan sebagai tersangka korupsi, sementara hasil audit untuk menghitung kerugian negaranya belum ada," kata kuasa hukum Nadiem, Dodi S Abdulkadir di Jakarta, Senin.
Permohonan praperadilan itu terkait dugaan kasus korupsi pengadaan laptop Chromebook di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) periode 2020-2022.
Menurut Dodi pihaknya akan terus menuntut bukti sah yang menunjukkan adanya kerugian negara secara nyata dan pasti (actual loss), bukan sekadar dugaan atau potensi (potential loss) dalam kasus yang dipersangkakan terhadap Nadiem.
Terlebih, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) telah menyatakan bahwa pengadaan laptop chromebook dinyatakan normal dan tidak ditemukan adanya selisih antara harga jual produk atau jasa dengan harga pokoknya (mark-up).
"Artinya, hingga hari ini, tidak ada unsur kerugian negara sebagaimana ditegaskan oleh BPKP, lembaga yang sah menurut undang-undang untuk melakukan audit keuangan negara," ucapnya.
Maka itu, kuasa hukum menyebut keputusan hakim hanya menilai aspek prosedural tanpa mempertimbangkan substansi perkara.
Kemudian, Dodi juga menjelaskan bahwa praperadilan hanya menilai formil dan prosedural penetapan tersangka, bukan bagian dari pokok perkara.
"Sebagai bagian dari proses hukum dan penghormatan atas hak asasi tersangka, seharusnya hakim juga mempertimbangkan berbagai aspek yang dinilai penting dalam penetapan tersangka korupsi," ucapnya.
Bahkan, dua ahli hukum pidana yang dihadirkan oleh jaksa maupun tim kuasa hukum memiliki beberapa argumen yang sama terkait materi kerugian negara.
Pakar hukum pidana Suparji Ahmad dari Universitas Al Azhar Indonesia, sebagai saksi ahli yang dihadirkan oleh Kejaksaan Agung (Kejagung), dalam sidang praperadilan tegas menyatakan kerugian keuangan negara dalam perkara korupsi harus bersifat nyata (actual loss), bukan sekadar potensi (potential loss).
Pandangan ini sejalan dengan putusan Mahkamah Konstitusi yang menegaskan bahwa unsur kerugian negara harus benar-benar terjadi dan dapat dihitung secara pasti.
Sementara itu, Ahli Hukum Pidana Dr Khairul Huda dari Universitas Muhammadiyah Jakarta menegaskan alat bukti yang paling relevan untuk menetapkan tersangka dengan Pasal 2 ayat 1 dan Pasal 3 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) adalah adanya kerugian negara.
Sebelumnya, hakim tunggal PN Jakarta Selatan (Jaksel), I Ketut Darpawan menolak permohonan praperadilan yang diajukan oleh mantan Mendikbudristek Nadiem Anwar Makarim.
Kejagung telah menetapkan mantan Nadiem Makarim sebagai tersangka kasus dugaan korupsi dalam pengadaan Chromebook di Kemendikbudristek pada 2019-2022.
Baca juga: Gugatan ditolak, ibu Nadiem singgung Tom Lembong dan Hasto
Baca juga: Kejagung respons PN Jaksel yang tolak praperadilan Nadiem Makarim
Baca juga: Kuasa hukum harap hakim batalkan penetapan tersangka Nadiem
Pewarta: Luthfia Miranda Putri
Editor: Edy Sujatmiko
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.