Jakarta (ANTARA) - Fatwa "Pajak Berkeadilan" yang ditetapkan Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada Munas XI November 2025 sontak memantik diskusi luas, terutama di tengah naik-turunnya kondisi ekonomi, keluhan soal kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di sejumlah daerah, dan beban hidup yang kian berat.
Fatwa ini seolah menjadi penegasan moral bahwa negara perlu meninjau ulang sikapnya terhadap pemungutan pajak yang bersentuhan langsung dengan kebutuhan dasar rakyat.
Salah satu poin yang paling menonjol adalah bumi dan bangunan yang dihuni (non-komersial) tidak layak dikenakan pajak berulang.
MUI juga mendorong agar pajak hanya dibebankan kepada masyarakat yang benar-benar memiliki kemampuan finansial, dengan standar minimal setara nishab zakat mal sebesar 85-gram emas yang apabila disetarakan dalam nilai rupiah saat ini berada di kisaran Rp110 juta–Rp120 juta sebagai total aset simpanan.
Namun, dalam konteks Indonesia, pajak bukan hanya sebuah kewajiban individual. Ia adalah darah bagi APBN dan napas utama bagi keuangan daerah. Memang ada keadilan yang ingin ditegakkan, tetapi ada pula beban fiskal negara yang harus dipikul.
Di sinilah pentingnya mencari jalan tengah: Keadilan yang hidup dalam syariat dan keseimbangan yang dibutuhkan dalam tata kelola pemerintahan modern.
Ketika fatwa memasuki ranah fiskal
Fatwa "Pajak Berkeadilan" yang dikeluarkan MUI pada Munas XI 2025 sesungguhnya tidak dimaksudkan untuk menantang keberadaan pajak itu sendiri. Fatwa tersebut berusaha mengembalikan diskursus perpajakan ke pertanyaan dasar yang sering terlupakan: Apakah suatu pungutan negara dapat dikatakan adil apabila menyentuh kebutuhan paling mendasar masyarakat?
Dengan nada yang lebih filosofis, MUI mengingatkan bahwa pajak seharusnya tidak membebani rakyat pada titik di mana mereka justru sedang berusaha mempertahankan kehidupan yang layak.
Salah satu perhatian utamanya ialah posisi rumah tinggal dalam struktur perpajakan. Bagi MUI, rumah adalah kebutuhan primer atau dharuriyat yang tidak seharusnya diperlakukan sebagai objek pajak berulang seperti PBB-P2.
Dalam perspektif syariah, mengenakan pungutan tahunan atas sesuatu yang diperlukan untuk bertahan hidup dianggap tidak selaras dengan prinsip maslahah atau kemaslahatan publik. Karena itulah MUI menilai pajak atas hunian harus ditempatkan secara hati-hati agar tidak berubah menjadi beban yang menekan keluarga kecil maupun masyarakat berpenghasilan rendah.
Di sisi lain, MUI menegaskan bahwa pemungutan pajak penghasilan hendaknya hanya dibebankan kepada mereka yang benar-benar memiliki kemampuan finansial. Prinsip ini diterjemahkan melalui acuan syariah berupa nishab zakat mal, yakni 85-gram emas, sebagai ukuran minimum seseorang dianggap mampu.
Ketentuan tersebut sejatinya tidak bertentangan dengan teori perpajakan modern, yang juga mengakui perlunya asas ability to pay agar beban fiskal tidak jatuh pada kelompok yang paling rentan. Dengan demikian, MUI menempatkan pajak dalam kerangka etika sosial yang lebih luas.
Lebih jauh, fatwa ini memberi penekanan kuat bahwa pajak adalah amanah yang diberikan rakyat kepada negara. Karena itu, pemungutannya harus memenuhi unsur transparansi, proporsionalitas, dan kemaslahatan. Penarikan pajak yang tidak memenuhi rasa keadilan bahkan dipandang bertentangan dengan nilai-nilai syariah.
Di sinilah MUI mendorong evaluasi atas regulasi perpajakan yang ada—termasuk PPh, PBB, PPN, BPHTB, PKB, hingga pajak waris—serta membuka ruang integrasi antara zakat dan pajak. Hasil akhirnya adalah sebuah visi reformasi: Menghadirkan sistem pajak yang lebih terbuka, lebih adil, dan lebih berpihak pada kesejahteraan rakyat kecil.
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.






















:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5369745/original/043897200_1759479019-Screenshot__72_.jpg)


:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5346204/original/017615400_1757581335-20250909_111844.jpg)

:strip_icc():format(jpeg):watermark(kly-media-production/assets/images/watermarks/liputan6/watermark-color-landscape-new.png,1100,20,0)/kly-media-production/medias/5328393/original/020289400_1756215182-IMG-20250826-WA0108.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5354573/original/075950200_1758257804-20250917_142736.jpg)
:strip_icc():format(jpeg):watermark(kly-media-production/assets/images/watermarks/liputan6/watermark-color-landscape-new.png,1100,20,0)/kly-media-production/medias/5376868/original/047746000_1760063007-WhatsApp_Image_2025-10-10_at_09.10.41.jpeg)


:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5236191/original/021182700_1748493363-image002.jpg)



:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5365262/original/084440900_1759152229-Huawei_MatePad_11.5___.jpg)
:strip_icc():format(jpeg):watermark(kly-media-production/assets/images/watermarks/liputan6/watermark-color-landscape-new.png,1100,20,0)/kly-media-production/medias/5367140/original/004522400_1759300272-Galaxy_Z_Flip7_Gemini_Nano_Banana_01.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5349424/original/065581400_1757922127-IMG-20250915-WA0141.jpg)
:strip_icc():format(jpeg):watermark(kly-media-production/assets/images/watermarks/liputan6/watermark-color-landscape-new.png,1100,20,0)/kly-media-production/medias/5278336/original/021752600_1752063811-Galaxy_Z_Fold7_dan_Flip7_05.jpg)
