RUANG Kebijakan Kesehatan Indonesia atau Rukki menyoroti sejumlah kebijakan pemerintah yang mereka nilai pro industri tembakau. Organisasi advokasi kebijakan kesehatan itu berharap pemerintah menghentikan berbagai kebijakan tersebut.
Scroll ke bawah untuk melanjutkan membaca
Sekretaris Rukki Mohammad Ainul Maruf mengatakan seharusnya pemerintah menyusun kebijakan yang pro kesehatan masyarakat, bukan perusahaan rokok. "Hentikan kebijakan yang menguntungkan industri," kata Maruf dalam acara diskusi di Setiabudi, Jakarta Selatan, pada Selasa, 14 Oktober 2025.
Maruf membeberkan sejumlah kebijakan yang dia nilai terlalu mendukung industri rokok. Pertama, kata dia, adalah tarif cukai yang rendah. Dia menyoroti Kementerian Keuangan yang tidak menaikkan tarif cukai untuk tahun depan. Padahal, menurut Maruf, cukai tinggi lebih baik untuk menekan peredaran rokok di Indonesia.
Kedua, Maruf menyoroti kebijakan pemerintah yang menguntungkan bagi kawasan atau sentra industri hasil tembakau. Salah satunya melalui dana bagi hasil cukai hasil tembakau (DBHCHT) yang dialokasikan kepada provinsi serta kabupaten/kota penghasil cukai tembakau terbesar. Kebijakan itu dia nilai memberikan insentif bagi daerah-daerah untuk merawat industri tembakau.
Ketiga, Maruf mengkritik penggunaan dana publik yang berpotensi memperkuat industri tembakau. Contohnya, kata Maruf, adalah saat Kabupaten Lombok Timur menggunakan DBHCHT untuk memberikan bantuan alat mesin pertanian bagi petani tembakau. Dia menilai kebijakan itu menguntungkan bagi industri rokok.
Keempat, kata Maruf, pemerintah juga masih terbuka dengan penyaluran bantuan atau sumbangan dari industri rokok dalam bentuk corporate social responsibility (CSR) atau tanggung jawab sosial perusahaan. Salah satunya terjadi di Provinsi Jawa Tengah yang memberikan penghargaan CSR Award 2025 kepada perusahaan rokok, PT Nojorono Kudus.
Maruf berujar seharusnya pemerintah tidak menyoroti CSR dari perusahaan rokok, apalagi memberinya penghargaan. "Karena ini juga menimbulkan kesan positif bagi industri rokok yang menutupi dampak buruk yang ditimbulkan oleh produk yang mereka hasilkan," tuturnya.
Tempo berupaya meminta tanggapan industri tembakau mengenai kebijakan-kebijakan yang dinilai Rukki menguntungkan mereka. Ketua Umum Perkumpulan Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (Gappri) Henry Najoan dan Ketua Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo) Benny Wahyudi belum merespons pertanyaan yang Tempo kirim melalui aplikasi perpesanan.