
PEMERINTAH Kota Semarang resmi meluncurkan Srikandi Pangan, sebuah program yang bertujuan menjadikan perempuan sebagai agen perubahan dalam berbagai aspek ketahanan pangan.
Peluncuran program ini diharapkan bisa menjadi upaya masif dan menyeluruh untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terkait stop boros pangan dan penerapan pola konsumsi yang Beragam, Bergizi, Seimbang, dan Aman (B2SA).
“Srikandi pangan terlahir dari kebutuhan kita semua, untuk menjawab tantangan nyata di bidang ketahanan pangan. Setop pemborosan makanan, setop menyia-nyiakan makanan," ujar Agustina, Wali kota Semarang.
Program Srikandi Pangan merupakan respons terhadap tantangan nyata di bidang ketahanan pangan. Sampah pangan di Kota Semarang mencapai 262.056,7 ton per tahun atau setara dengan Rp2,42 triliun.
Wali Kota juga menyoroti bahaya kesehatan terkait pola makan yang tidak terkendali. "Ini tuh ngeri loh, kalau obesitas berarti turunannya nomor 1 gula, nomor 2 hipertensi, nomor 3 kolesterol," kata Agustina.
Struktur organisasi Srikandi Pangan melibatkan berbagai tingkat, mulai dari kota hingga Rukun Tetangga (RT). Para Srikandi Pangan mengemban peran pokok yang dibagi menjadi empat Kelompok kerja (Pokja) yaitu Pokja Ketersediaan Pangan, Pokja Distribusi Pangan, Pokja Penganekaragaman Pangan, dan Pokja Keamanan Pangan.
“Ini semakin banyak orang yang bergerak, berarti semakin banyak food waste yang akan ditampung dan mungkin didistribusi (dimanfaatkan),” lanjutnya.
Pada kesempatan yang sama, Agustina juga mengapresiasi hadirnya Buku Kamus Masakan Kota Semarang sebagai bagian dari upaya mendokumentasikan dan melestarikan kekayaan kuliner lokal. Buku ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi para Srikandi Pangan untuk mengenal dan menghargai bahan-bahan lokal lain selain beras.
“Ini berisi tentang makanan-makanan apa yang dibutuhkan oleh setiap tahapan manusia mulai dari bayi sampai lansia kemudian ada contoh-contoh bagaimana cara memasak supaya kandungan gizi yang ada di dalam makanan itu tidak hilang,” tandasnya.(E-2)