Makmur dan "Makmur": antara Data Negara dan Meja Makan Rakyat

18 hours ago 2
informasi online berita online kabar online liputan online kutipan online slot slot gacor slot maxwin slot online slot game slot gacor online slot maxwin online slot game online slot game gacor online slot game maxwin online demo slot demo slot online demo slot game demo slot gacor demo slot maxwin demo slot game online demo slot gacor online demo slot maxwin online demo slot game gacor online demo slot game maxwin online rtp slot rtp slot online rtp slot game rtp slot gacor rtp slot maxwin rtp slot game online rtp slot gacor online rtp slot maxwin online rtp slot game gacor online rtp slot game maxwin online informasi akurat berita akurat kabar akurat liputan akurat kutipan akurat informasi penting berita penting kabar penting liputan penting kutipan penting informasi viral berita viral kabar viral liputan viral kutipan viral informasi terbaru berita terbaru kabar terbaru liputan terbaru kutipan terbaru informasi terkini berita terkini kabar terkini liputan terkini kutipan terkini informasi terpercaya berita terpercaya kabar terpercaya liputan terpercaya kutipan terpercaya informasi hari ini berita hari ini kabar hari ini liputan hari ini kutipan hari ini informasi viral online berita viral online kabar viral online liputan viral online kutipan viral online informasi akurat online berita akurat online kabar akurat online liputan akurat online kutipan akurat online informasi penting online berita penting online kabar penting online liputan penting online kutipan penting online informasi online terbaru berita online terbaru kabar online terbaru liputan online terbaru kutipan online terbaru informasi online terkini berita online terkini kabar online terkini liputan online terkini kutipan online terkini informasi online terpercaya berita online terpercaya kabar online terpercaya liputan online terpercaya kutipan online terpercaya informasi online berita online kabar online liputan online kutipan online slot slot gacor slot maxwin slot online slot game slot gacor online slot maxwin online slot game online slot game gacor online slot game maxwin online demo slot demo slot online demo slot game demo slot gacor demo slot maxwin demo slot game online demo slot gacor online demo slot maxwin online demo slot game gacor online demo slot game maxwin online rtp slot rtp slot online rtp slot game rtp slot gacor rtp slot maxwin rtp slot game online rtp slot gacor online rtp slot maxwin online rtp slot game gacor online rtp slot game maxwin online
Warga merapihkan barangnya di pemukiman pemulung dekat bantaran Kali Ciliwung, Jakarta, Rabu (10/9/2025). Foto: Ika Maryani/ANTARA FOTO

Kata makmur kerap meluncur ringan dari podium pejabat dan naskah pidato kenegaraan. Ia terdengar megah, seperti mantra pembangunan. Namun di balik keindahannya, kata itu semakin kehilangan bobot makna ketika realitas di dapur rakyat tak ikut berubah.

Bagi rakyat kecil, ukuran hidup makmur itu sederhana: makan murah. Tak perlu inflasi rendah atau indeks ekonomi tinggi; cukup harga beras yang tak melompat, minyak goreng yang tak berubah-ubah, dan ongkos hidup yang tak terus menekan.

Makmur versi rakyat adalah ketika kebutuhan dasar tak lagi menjadi kecemasan harian. Tapi makmur versi negara sering diukur dengan angka pertumbuhan ekonomi, nilai ekspor, atau proyek infrastruktur raksasa.

Di sinilah jarak itu terbentang: antara makmur dalam tabel statistik dan "makmur" dalam kenyataan sehari-hari.

Ketika pemerintah mengumumkan pertumbuhan 5 persen, banyak keluarga masih menghitung uang pas-pasan di akhir bulan.

Ketika pejabat berbicara tentang resilience economy, sebagian rakyat justru sibuk mencari beras yang lebih murah di pasar malam.

Makmur versi data bisa ditulis indah dalam laporan resmi, tapi "makmur" versi rakyat hanya bisa dirasakan di perut yang kenyang dan dapur yang tak kehabisan bahan masak. Negara boleh menumpuk angka, tapi rakyat menumpuk bon belanja.

Kesenjangan definisi ini bukan sekadar soal semantik; ia mencerminkan arah kebijakan publik. Selama makmur hanya berarti stabilitas makro, rakyat kecil akan tetap terjebak dalam mikro-realitas yang keras.

Ketika harga pangan naik, seluruh retorika pembangunan kehilangan maknanya. Apa gunanya ekonomi tumbuh bila daya beli rakyat justru menyusut?

Makmur seharusnya bukan konsep elitis. Ia semestinya berwujud pada hal paling dasar dan konkret: harga yang wajar, penghasilan yang cukup, serta akses pada pendidikan dan kesehatan tanpa menambah utang. Makmur bukan slogan kampanye, melainkan napas keseharian.

Negara yang benar-benar makmur bukan yang menampilkan gedung tinggi dan data indah, tapi yang memastikan setiap keluarga bisa makan tiga kali sehari tanpa rasa takut.

Rakyat tak butuh istilah teknis tentang ekonomi inklusif; mereka hanya ingin nasi dan lauk di meja tak menjadi kemewahan.

Selama "makmur" masih hanya kata yang diucapkan dari atas panggung, rakyat akan terus menunggu hari ketika makmur benar-benar turun ke bumi: ke pasar, ke dapur, ke meja makan mereka.***

Read Entire Article