Jakarta (ANTARA) - Kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) tidak akan pernah menggantikan manusia, kata seorang pakar, seraya menekankan bahwa manusia harus bekerja sama dengan AI.
"AI tidak akan pernah menggantikan manusia. AI akan meningkatkan pekerjaan kita," kata Ferry Haris, pendiri dan CEO FeHa International Consulting B.V..
Dia menekankan hal itu dalam diskusi virtual "Memperkuat Masa Depan Riset Pasar: Bagaimana AI & Keamanan Siber Merevolusi Keputusan Berbasis Data" pada Rabu (20/8) malam.
Menurut Ferry, meski kecerdasan buatan dapat mempercepat proses dan menghasilkan wawasan, manusia tetap bertanggung jawab untuk menindaklanjuti respons AI.
Aplikasi AI yang paling efektif, kata dia, adalah aplikasi yang disempurnakan dan dilatih untuk tujuan tertentu dengan melibatkan manusia.
"Yang sering dilupakan orang adalah AI tidak bisa begitu saja dipercaya. Anda memasukkan data, menjalankan beberapa kode atau perintah, lalu mengandalkan hasilnya. Hasilnya harus ditinjau," kata Ferry.
Dia juga menegaskan bahwa AI dan manusia harus bekerja sama dan manusia harus selalu menjadi peninjau hasilnya.
Ferry merujuk pada Undang-Undang AI Uni Eropa, yang mewajibkan pengawasan manusia guna memastikan keakuratan hasil yang dikeluarkan AI sebelum dirilis kepada pelanggan.
Terkait perlindungan data, dia menekankan pentingnya akuntabilitas.
"Setelah Anda mengumpulkan data, Anda tetap bertanggung jawab untuk melindunginya — terlepas dari apakah negara Anda memiliki undang-undang perlindungan data atau tidak," katanya, menambahkan.
Sementara itu, pendiri & CEO Corrosa Lab, Sebastian Ateng, menyoroti perlunya spesifisitas dalam riset pasar berbasis AI.
Dia menjelaskan bahwa perusahaan riset harus memberikan instruksi yang jelas dan mengidentifikasi sumber yang tepat untuk analisis, seperti ulasan perusahaan atau data penjualan pesaing.
"Kami masih melakukan riset pasar, tetapi tanggung jawabnya bergeser — bukan lagi tentang melakukan pekerjaan manual, tetapi tentang mengarahkan dan mem-validasi prosesnya," kata Sebastian.
Diskusi tersebut dihadiri pula oleh pendiri dan CEO Business Indonesia Netherlands Association (BINA) B.V., Monique Patricia, yang menekankan bahwa keputusan pada era digital saat ini tidak hanya didasari oleh teknologi.
Keputusan mengubah informasi menjadi kecerdasan dan kecerdasan menjadi kepercayaan, katanya.
"AI memungkinkan organisasi mengenali pola lebih cepat dan mengantisipasi tren lebih awal, sementara keamanan siber memastikan bahwa wawasan ini didasarkan pada integritas dan perlindungan," kata Monique.
Keseimbangan ini, kata dia, mencerminkan kebutuhan akan inovasi yang dipadukan dengan tanggung jawab, ketahanan, dan kemajuan bersama.
Diskusi yang diikuti sekitar 30 peserta itu digelar oleh BINA B.V., yang bekerja sama dengan FeHa International Consulting B.V. dan Corrosa Lab, dua perusahaan yang didirikan diaspora Indonesia di Belanda.
Baca juga: Mendikdasmen ingatkan koding-AI jadi kemampuan penting di 2030
Baca juga: Ajak murid atasi ketimpangan, Menko PMK: Kita buat Koding-AI "for All"
Pewarta: Asri Mayang Sari
Editor: Anton Santoso
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.