Jakarta (ANTARA) - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meyakini kinerja pembiayaan kendaraan listrik (electric vehicle/EV) tetap positif hingga berakhirnya insentif untuk mobil listrik impor utuh (completely built-up/CBU) pada akhir tahun.
Sebelumnya, Kemenperin telah menyatakan insentif mobil listrik impor utuh (CBU) tidak akan diperpanjang. Insentif tersebut berlaku hingga Desember 2025, yang mencakup pembebasan bea masuk serta keringanan PPnBM dan PPN.
"Permintaan kendaraan listrik diperkirakan tetap meningkat menjelang berakhirnya insentif, sehingga dapat mendorong kinerja pembiayaan kendaraan listrik hingga akhir tahun 2025," kata Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya (PVML) OJK Agusman dalam keterangannya di Jakarta, Senin.
Pada Agustus 2025, outstanding pembiayaan kendaraan listrik mencapai Rp19,45 triliun, tumbuh 5,19 persen secara month to month (mtm). Porsi pembiayaan kendaraan listrik tersebut setara dengan 3,65 persen dari total pembiayaan industri multifinance.
Secara keseluruhan, pembiayaan industri multifinance per Agustus 2025 masih didominasi segmen kendaraan bermotor dengan porsi 76,17 persen atau senilai Rp405,79 triliun dari total outstanding pembiayaan.
Agusman meyakini industri multifinance akan tetap tumbuh positif hingga akhir 2025, meskipun terdapat risiko bias ke bawah dari proyeksi awal. Karena itu, diperlukan peningkatan penyaluran piutang pembiayaan ke depan.
Ia menambahkan bahwa sejauh ini, industri multifinance masih menunjukkan ketahanan yang baik di tengah dinamika perekonomian. Per Agustus 2025, piutang pembiayaan industri multifinance tumbuh 1,26 persen year on year (yoy) mencapai Rp505,59 triliun.
Pertumbuhan piutang pembiayaan tersebut terutama didorong oleh peningkatan pembiayaan modal kerja yang tumbuh 7,62 persen yoy.
"Industri multifinance terus didorong untuk memperkuat manajemen risiko, meningkatkan efisiensi operasional, serta mengakselerasi transformasi digital sehingga diharapkan dapat menjaga daya saing serta turut mendukung pertumbuhan ekonomi secara berkelanjutan," kata Agusman.
Dari sisi profil risiko, industri multifinance juga tetap solid dengan rasio non performing financing (NPF) gross sebesar 2,51 persen (Juli 2025 2,52 persen) dan NPF net 0,85 persen (Juli 2025 0,88 persen). Sementara gearing ratio tercatat 2,17 kali (Juli 2025 2,21 kali), jauh di bawah batas maksimum 10 kali.
Selain menjaga ketahanan dan efisiensi, OJK juga mencatat pentingnya penguatan struktur permodalan industri multifinance.
Per Agustus 2025, masih terdapat empat perusahaan pembiayaan yang belum memenuhi ketentuan ekuitas minimum.
OJK menilai tren merger dan akuisisi yang berlangsung sejalan dengan upaya konsolidasi industri, yang diharapkan dapat memperkuat permodalan sekaligus memperluas akses pembiayaan bagi masyarakat.
Adapun hingga saat ini, catat Agusman, belum ada perusahaan pembiayaan yang secara resmi mengajukan permohonan penggabungan usaha kepada OJK.
"Dalam hal perusahaan tidak memenuhi ketentuan ekuitas minimum, perusahaan pembiayaan dimaksud akan dikenakan penegakan kepatuhan sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan diminta untuk menyampaikan rencana tindak pemenuhan (action plan) yang komprehensif," kata Agusman.
Baca juga: OJK dukung inovasi asuransi khusus EV demi tingkatkan inklusi keuangan
Baca juga: Pemerintah tekankan pentingnya bangun ekosistem EV komprehensif
Baca juga: Pemerintah keluarkan aturan insentif pajak untuk kendaraan listrik
Pewarta: Rizka Khaerunnisa
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.