Liputan6.com, Jakarta Chelsea tampak seperti tim yang terus “berjaya” di satu aspek, bukan di papan klasemen, melainkan dalam urusan kartu kuning dan merah. Untuk musim ketiga beruntun, klub asal London ini kembali memuncaki tabel fair play Premier League dengan cara yang salah.
Musim ini, mereka sudah mengoleksi 25 poin di tabel fair play, hasil dari 15 kartu kuning dan dua kartu merah. Ironisnya, dalam laga kontra Liverpool, Chelsea untuk pertama kalinya tak menambah koleksi kartu, tapi pelatih Enzo Maresca justru diusir setelah menerima dua peringatan dari wasit.
Ketika ditanya soal catatan ini sebelum pertandingan tersebut, Maresca bersikeras bahwa timnya tidak punya masalah disiplin. Namun pernyataan itu sudah disuarakan sejak tahun lalu. Ia juga mengatakan hal serupa setahun lalu saat Chelsea menempati dasar klasemen fair play setelah mengantongi 21 kartu kuning hanya dalam enam laga awal.
Sayangnya, statistik memperlihatkan sesuatu yang jauh berbeda. Di bawah kepemilikan Todd Boehly-Clearlake sejak 2022, Chelsea justru menjadi simbol dari ketidaktertiban di lapangan.
Catatan Kartu Chelsea di Era Boehly: Pola yang Tak Terputus
Dalam tiga musim terakhir, grafik kedisiplinan Chelsea terus menurun. Musim 2022/23 mereka menempati posisi keenam terburuk dengan 86 poin fair play. Setahun kemudian, angka itu melonjak menjadi 117 poin, tertinggi di Premier League dan rekor baru dengan 105 kartu kuning.
Musim pertama Enzo Maresca pun tak menunjukkan perbaikan. The Blues mencatat 106 poin, menjadikannya tim dengan jumlah kartu terbanyak kedua. Total, Chelsea sudah mengumpulkan 301 kartu kuning dan 12 kartu merah dalam tiga tahun terakhir, hanya kalah satu dari Wolverhampton Wanderers.
Rinciannya menunjukkan sisi yang lebih spesifik: Chelsea menempati peringkat pertama dalam hal kartu karena protes (dissent) dan diving, kedua untuk buang-buang waktu, serta kedua untuk pelanggaran ceroboh.
Mayoritas kartu mereka justru datang di menit-menit akhir, antara menit ke-75 hingga akhir laga. Ini menandakan masalah konsentrasi dan kontrol emosi ketika tekanan meningkat.
Menariknya, lebih dari separuh kartu kuning Chelsea di periode akhir pertandingan berasal dari pelanggaran taktis dan pelanggaran ceroboh. Artinya, mereka bukan hanya lelah, tapi juga kerap mengambil keputusan instingtif yang berisiko.
Gaya Main dan Faktor Usia: Dua Sisi dari Masalah yang Sama
Sulit menuding satu pelatih saja karena masalah ini lintas era. Thomas Tuchel, Graham Potter, Frank Lampard, Mauricio Pochettino, hingga kini Maresca, semuanya menghadapi persoalan serupa. Namun, tren paling buruk terjadi di era dua pelatih terakhir.
Pochettino dikenal dengan gaya bermain terbuka yang menuntut intensitas tinggi. Tak heran timnya sering melakukan pelanggaran taktis untuk menghentikan serangan balik lawan. Tetapi Maresca, yang menekankan penguasaan bola dan kontrol tempo, seharusnya bisa mengurangi risiko itu. Faktanya, justru tidak banyak berubah.
Chelsea kini memiliki skuad termuda di Premier League. Dari daftar pemain dengan kartu terbanyak, hampir semuanya berusia di bawah 27 tahun. Marc Cucurella, Moises Caicedo, Enzo Fernandez, hingga Cole Palmer masuk daftar. Menariknya, beberapa di antara mereka, seperti Fernandez dan Palmer, lebih sering diganjar kartu karena protes ketimbang pelanggaran keras.
Fenomena ini memperlihatkan sisi imaturitas dalam tim. Fernandez, yang kerap menjadi kapten atau wakil kapten, sudah menerima 11 kartu kuning karena protes dari total 19 yang ia dapatkan. Sebuah contoh yang jelas bahwa kepemimpinan di lapangan masih perlu pembenahan.
Kesalahan Diri Sendiri yang Memicu Kekacauan
Secara statistik, Chelsea bukan tim yang buruk dalam bertahan. Mereka memenangkan 41,5 persen duel tekel, angka keempat terbaik di liga. Tapi masalahnya, mereka terlalu sering menempatkan diri dalam situasi berbahaya yang berujung pada pelanggaran.
Kesalahan-kesalahan elementer seperti umpan salah arah atau kontrol bola yang buruk membuat pemain lain harus mengambil risiko besar.
Salah satunya terlihat dalam kemenangan 4-2 atas Brighton pada September 2024. Saat Malo Gusto gagal mengalirkan bola keluar dari tekanan, Marc Cucurella harus menutup ruang dengan tekel keras dan langsung diganjar kartu kuning.
Situasi serupa terjadi saat Trevoh Chalobah mendapat kartu merah langsung dalam laga melawan Brighton musim ini. Kesalahan pertama dilakukan Andrey Santos, yang kehilangan bola karena kontrol buruk. Chalobah tak punya pilihan selain menabrak lawan untuk mencegah peluang gol.
Kesalahan individu seperti ini punya efek berantai. Selain merugikan di ...