Liputan6.com, Jakarta- Bulan madu berujung pilu menimpa pasangan suami istri (Pasutri) di Kabupaten Solok, Sumatera Barat. Keduanya diduga keracunan gas dari alat pemanas air yang terpasang di sebuah glamping di kawasan Alahan Panjang, Solok, Sumatera Barat. Akibatnya, sang istri meninggal dunia dan suami memerlukan perawatan medis.
Terkait kasus ini, Ketua Majelis Kehormatan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) Prof Tjandra Yoga Aditama, memberi penjelasan soal karbon monoksida (CO).
Menurutnya, tak semua keracunan CO bisa berujung kematian. Hal ini tergantung pada berapa besar dosis yang terhirup. Maka dari itu, perlu analisa mendalam sebelum menyatakan apakah kematian ini benar-benar akibat CO atau bukan.
“Tentang berbagai berita media soal kematian pasutri di Solok, maka tentu harus dipastikan dulu apakah memang karena keracunan gas karbon monoksida atau karena sebab lain, untuk ini perlu analisa mendalam,” kata Tjandra kepada Health Liputan6.com, lewat keterangan pers, Senin (13/10/2025).
Tjandra menjelaskan, karbon monoksida adalah gas yang tidak berbau (odorless), tidak berasa (tasteless) dan tidak berwarna (colourless).
Afinitas (kecenderungan terikat dengan senyawa lain) gas CO adalah 200 kali lebih kuat daripada O2 untuk berkawan dengan hemoglobin. Artinya, kalau seseorang menghirup gas CO maka ikatan HB O2 (yang membawa oksigen ke seluruh tubuh) akan digantikan dengan HB CO.
Jadi, berbagai organ tubuh mendadak tidak akan mendapat oksigen dan jadi rusak, yang mungkin dapat menimbulkan kematian.