Liputan6.com, Jakarta - Kisah tragis balita bernama Raya (3) asal Sukabumi, Jawa Barat, menyita perhatian publik. Raya meninggal dunia setelah dirawat sembilan hari di rumah sakit akibat cacingan akut yang membuat tubuhnya lemah.
Sayangnya, perawatan medis yang dijalani sempat terkendala biaya karena Raya tidak memiliki identitas resmi maupun kepesertaan BPJS Kesehatan.
Rumah Teduh Sahabat Iin menjadi pihak yang mendampingi pengobatan Raya sejak hari pertama hingga akhir hayatnya. Lembaga tersebut harus menanggung biaya hingga Rp23 juta lantaran bocah malang itu tidak tercatat sebagai peserta JKN (Jaminan Kesehatan Nasional).
BPJS Kesehatan: Pentingnya Urus dan Punya NIK
Menanggapi kasus ini, BPJS Kesehatan menyampaikan duka cita mendalam. Melalui Kepala Humas, Rizzky Anugerah, pihaknya menegaskan bahwa Nomor Induk Kependudukan (NIK) merupakan syarat mutlak dalam pendaftaran peserta JKN.
"Perlu kami sampaikan bahwa NIK yang tercatat di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil, merupakan salah satu syarat dalam proses pendaftaran sebagai peserta JKN," kata Rizzky dalam keterangan resmi yang diterima Health Liputan6.com pada Rabu, 20 Agustus 2025.
NIK adalah Indentitas Resmi
Menurutnya, NIK adalah identitas resmi setiap penduduk Indonesia dari lahir hingga meninggal. Tanpa NIK, akses terhadap layanan kesehatan akan terkendala.
"Oleh karena itu, penting bagi setiap orang untuk mengurus dan memiliki NIK. Bagi warga kurang mampu, dapat diusulkan sebagai peserta yang ditanggung pemerintah, baik pusat maupun daerah," kata Rizzky.
Rizzky juga mengimbau masyarakat untuk memastikan status kepesertaan JKN aktif agar tidak mengalami hambatan ketika membutuhkan pelayanan kesehatan.
Kisah Raya turut mendapat sorotan dari Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi. Dia menyampaikan rasa prihatin sekaligus permintaan maaf atas tragedi tersebut.
"Saya menyampaikan rasa kecewa yang sangat dalam serta permohonan maaf atas meninggalnya balita berusia 3 tahun yang tubuhnya dipenuhi cacing," kata Dedi melalui unggahan di Instagram @dedimulyadi71 pada Selasa, 19 Agustus 2025.
Ibu Raya Bocah Sukabumi yang Meninggal Kecacingan Alami ODGJ
Dedi mengungkap bahwa berdasarkan keterangan dokter, Raya memang menderita cacingan akut. Kondisi hidup yang tidak layak memperburuk keadaan.
"Ibunya mengalami gangguan kejiwaan (ODGJ), sementara ayahnya sakit paru-paru (TBC). Sejak kecil Raya sering bermain di kolong rumah bersama ayam tanpa kebersihan yang memadai, sehingga sangat mungkin terinfeksi cacing," ujarnya.
Kepala Desa Cianaga, Wardi Sutandi, menambahkan, Raya kerap ditinggal sendiri dan diasuh oleh neneknya. Pemerintah desa mengaku sudah berupaya memberikan bantuan, termasuk makanan tambahan dan perbaikan rumah.
"Anak itu sering main di kolong rumah, jalannya juga agak lambat. Kami sudah beri bantuan makanan tambahan setiap hari. Bahkan rumahnya sempat hancur, lalu dibangun kembali oleh warga dan pemerintah desa," kata Wardi.
Namun, keterbatasan keluarga membuat penanganan kesehatan Raya tidak optimal. "Mungkin mereka tidak menyangka kalau kondisinya sudah separah itu," tambahnya.
Prof Tjandra tentang Kecacingan pada Anak
Direktur Pascasarjana Universitas YARSI sekaligus mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara, Prof. Tjandra Yoga Aditama, menjelaskan, kecacingan merupakan penyakit infeksi akibat parasit yang mudah menular di lingkungan dengan sanitasi buruk.
"Penularan biasanya melalui telur cacing pada tinja yang mencemari tanah. Anak-anak yang bermain di tanah terkontaminasi lalu memasukkan tangan ke mulut tanpa mencuci tangan bisa tertular. Penularan juga bisa lewat air tercemar," kata Prof. Tjandra kepada Health Liputan6.com.
Dia, menambahkan, anak dengan kecacingan cenderung mengalami masalah gizi dan kondisi fisik yang lemah. "Itulah sebabnya kecacingan sering menyerang kelompok rentan," ujarnya.
WHO sendiri telah menetapkan empat strategi utama dalam penanganan kecacingan. Konsumsi obat cacing secara berkala, penyuluhan kesehatan, perbaikan sanitasi lingkungan, serta pemberian obat yang aman bila infeksi sudah terjadi.